Oleh : Johan A. Messakh
Bagaimanakah anda membayangkan sebuah pertandingan sepak bola tanpa wasit ? Saya meyakini pertandingan itu seperti sebuah crowd kekacauan dan pemenangnya adalah mereka yang “kuat”. Hukum rimba menjadi acuannya. Demikian bila Pemilihan Umum (dan Pemilihan Kepala Daerah) diselenggarakan tanpa wasit. Hasilnya, Pemilihan Umum hanyalah sebuah pesta demokrasi semu.
Pada masa orde baru, Bangsa ini pernah menjalani Pemilihan Umum sedemikian. Pemerintah adalah Penyelenggara sekaligus Pengawas. Hasilnya, Pemilihan Umum selama masa Orde Baru dinilai paling tidak demokratis. Asas penyelenggaraan LUBER dan JURDIL hanyalah kosmetik dari demokrasi yang semu. Bahkan pemenang Pemilihan Umum pun sudah diketahui jauh sebelum pelaksanaannya.
Di era reformasi, penyelenggaraan Pemilihan Umum, kemudian Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung diselenggarakan oleh penyelenggara yang Independen, Profesional dan Non Partisan. Unsur pimpinan (komisioner) KPU, Bawaslu dan DKPP, direkrut dari Masyarakat sipil. ASN yang mau mencalonkan diri sebagai Komisioner, wajib mengundurkan diri dari jabatan yang disandang dan menjalani cuti di luar tanggungan negara. Sejak Pemilihan Umum 2004 dan Pilkada 2008 , pelaksanaannya dilakukan oleh penyelenggara yang independent, professional dan Non Partisan. Indeks Demokrasi Pemilihan Umum Indonesia mendapat penghargaan dunia.
Sontak saya gelisah Ketika seorang peserta Rakor Penanganan Konflik 2024 yang diselenggarakan oleh Badan Kesbangpol Provinsi NTT di Hotel Kristal, Jumat 22 November 2024 mengatakan Pilkada di Kota Kupang seperti tanpa pengawas. Dia menyebutkan beberapa indikasi. Pertama Pemasangan Baliho pasangan calon secara serampangan di lokasi yang di larang Pemerintah Kota seperti Boulevard, Pohon dan tiang Listrik . Kedua Pelanggaran Netralitas oleh beberapa ASN oknum pejabat ramai jadi perbincangan tetapi semua itu seperti dibiarkan berlalu…tak ada proses oleh Bawasku Kota Kupang.
Kasat mata kita bisa menyaksikan kesemrautan pemasangan baliho di Kota Kupang. Seperti petugas cuci piring, baru beberapa waktu jelang berakhir masa kampanye, Bawaslu dengan dukungan SatPol PP Kota Kupang secara senyap di malam hari membersihkan baliho baliho itu. Padahal sudah ada dalam kesepakatan Penyelenggara dan Tim Kampanye Pasangan Calon, pembersihan dilakukan oleh pemasang.
Soal tertib pemasangan Baliho ini saya merasa Bawaslu Kota Kupang tidak segarang pada masa Pemilihan Umum 2024. Sejak Desember 2023, dua bulan lebih sebelum 14 Februari 2024, penertiban telah dilaksanakan Bawaslu di dukung Pemkot Kupang. Berbeda di masa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kupang tahun 2024 saat ini. Pemasangan baliho secara serampangan tidak ditertibkan oleh Bawaslu dan Pemkot Kupang. Saya yakin, ada keraguan Bawaslu mendapatkan dukungan Pemerintah Kota Kupang. Dugaan kuat saya, para pejabat terkait di Pemkot merasa tak mau menanggung resiko, imbas dari Tindakan mereka, walaupun berdasar aturan. Mereka[U1] meyakini bahwa salah satu dari lima pasangan calon pasti akan menjadi Walikota dan Wakil Walikota Kupang tahun 2024 -2029. Tindakan memberangus Baliho mereka akan dikenang sebagai permusuhan dengan Paslon pemenang dan pasti akan ada “pembalasan” dari Paslon terpilih. Takut kehilangan jabatan adalah alasan pasifisme ini.
Tentang pelanggaran Netralitas ASN jauh hari Komisi ASN merilis bahwa pelanggaran ini akan massiv terjadi. Di Kota Kupang, kita dapat mencermati dengan gamblang pelaporan Netisen media social, bagaimana seorang oknum pejabat secara konsisten dan terbuka melakukan Tindakan dan ujaran mendukung pasangan calon tertentu. Tidak pernah ada informasi public dari Bawaslu Kota Kupang bersikap atas kenyataan ini. Sekali lagi seperti ada semangat pembiaran.
Ketika menghadiri debat public ke III Pasangan calon Walikta dan Wakil Walikota Kupang tahun 2024 di Hotel Aston Kupang, Sabtu 23 November 2024, saya mendapat ceritera dari seorang mantan anggota bawaslu Kota Kupang bahwa di lingkungan tempat tinggalnya gejala gejala serangan fajar/Money politik mulai menguat. “Pasar suara berkisar 500 ribu hingga 1 juta rupiah per suara. Tapi mereka takut mendatangi dan menawari saya “ ungkapnya.
Politik Uang diidentifikasi oleh berbagai ahli hukum sama dengan penyuapan dan korupsi. Kejahatan luarbiasa/ekstraordinary ini hanya bisa ditangani dengan Langkah dan Tindakan yang luar biasa. Sulit tetapi bulan tidak mungkin. Mari kita telusuri jejak digital ceritera sukses Bawaslu, Masyarakt dan Kepolisan menangkap dugaan pelaku money politik beserta alat buktinya. Pada pemilu 2019, Bawaslu dan Kepolisian di Kabupaten Lamongan. Nias, Pekan Baru, Karo, Polewali Mandar , Jakarta Utara dan PadangLawas Utara sukses menangkap pelaku money politik. Di padanglawas utara bahkan Wakil Bupati yang jadi tersangka.
Ceritera sukses juga datang dari Kabupaten Nagekeo, Masyarakat dan Bawaslu menangkap 2 orang timses Caleg 2019 pelaku money politik. Teranyar Bawaslu Kabupaten Alor dengan dukungan Kepolsian setempat sukses menetapkan JJB sebagai pelaku money politik pemilu 2024 dan kini masuk DPO Kepolisian Alor.
Saya masih menyisakan sedikit harapan Bawaslu Kota Kupang punya caritera sukses menangkap pelaku money politik . Cerita sukses sejumlah Bawaslu pada pemilu 2019 dan 2024 karena kerja kolaboratif Bawaslu, Kepolisian dan Masyarakat melakukan Patroli OTT selama masa tenang. Di Kota Kupang saat ini serangan fajar sudah ramai jadi perbincangan. Kiranya Bawaslu Kota Kupang dan jajarannya menemukan Upaya luar bisa menghadapi Upaya dan Tindakan menciderai demokrasi electoral Kota Kupang. ***
Posted in Keuangan, Kota Kupang